Larangan Jual Rokok Batangan Dipandang Tidak Masuk Akal, Mengapa?
Gagasan pemerintahan berkenaan larangan pemasaran rokok batangan memetik kontra dan pro dari beberapa komponen warga, tidak kecuali konsumen. Komunitas Perokok Arif memandang ketentuan ini tidak logis karena susah diterapkan.
“Jika jangan jual eceran, ancamannya apa? Yang menyalahi ingin dipenjara? Silahkan saja turunkan polisi dan TNI untuk memantau banyak sekali pedagang asongan dan pengemudi angkot yang beli rokok eceran. Maknanya jika buat ketentuan yang logis dan dapat diterapkan,” tutur Ketua Komunitas Perokok Arif Suryokoco Suryoputro dalam info tercatat di Jakarta,
Suryokoco memandang jika konsumen akan cari langkah agar terhubung rokok. Bukannya kurangi konsumsi, larangan pemasaran rokok batangan malah akan tingkatkan konsumsi rokok karena harus beli dengan jumlah banyak sekalian. Walau sebenarnya, lanjut Suryokoco, banyak konsumen yang menyengaja beli batangan untuk meminimalkan konsumsi rokok.
“Jika perokok itu membeli satu buntel menjadi lebih boros. Tetapi jika eceran, membeli saat ingin saja, jadi konsumsinya tidak bebas. Saat kelihatan barangnya ada dan ada banyak, konsumsinya jadi banyak,” terangnya.
Jika ketentuan ini ialah sisi dari usaha pemerintahan untuk kurangi perokok anak, Suryokoco memandang faktor pembelajaran yang malah harus diperkokoh. Pemerintahan, sambungnya, bisa memaksimalkan peranan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Penelitian, dan Teknologi untuk jalankan peranan pembelajaran ke anak sekolah.
“Jika berbicara perokok anak, kan mudah, pemerintahan hanya duduk bersama. Anak sekolah yang kedapatan merokok, sekali-dua kali ditegur, 3x dikeluarkan dan semua sekolah jangan terima kembali. Usai, tidak ada anak merokok,” tutur Suryo.
Peningkatan Cukai
Suryokoco menjelaskan, sejauh ini konsumen sudah terbeban karena ada beberapa ketentuan yang memperberat, seperti peningkatan cukai tinggi ditambahkan ketentuan eksesif yang lain.
Walau sebenarnya, menurut Suryokoco, peningkatan cukai yang tinggi tidak efisien membuat konsumen stop merokok. Ini malah membuat konsumen berpindah cari rokok ilegal yang harga lebih murah.
Suryo menerangkan jika Komunitas Perokok Arif sudah mematuhi ketentuan yang ada, yakni rokok cuma dibolehkan untuk orang dewasa atau berumur 18 tahun ke atas.
Pihaknya selalu menghimbau supaya konsumen beli rokok yang legal dengan pita cukai dan tidak merokok di dekat anak-anak.
“Di medsos kita sukai mengingati yang dewasa tidak untuk merokok di dekat anak. Jika ada anak, kita berpindah ke lain tempat. Kita pun tidak memerintah anak membeli rokok. Kita memahami yang bisa membeli rokok itu yang telah berusia. Kita juga paham adatnya orang merokok harus di lokasi yang telah ditetapkan,” ujarnya.
Jokowi Akan Melarang Pemasaran Rokok Batangan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan larang pemasaran rokok batangan. Gagasannya, ketentuan itu tercantum pada ketentuan yang akan diatur pemerintahan di 2023.
Larangan pemasaran rokok batangan ada pada tambahan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2022 mengenai Program Pengaturan Ketentuan Pemerintahan Tahun 2023. Keppres Ini ditandatangani Presiden Jokowi pada 23 Desember 2022.
Larangan pemasaran rokok batangan ini akan tercantum pada Perancangan Ketentuan Pemerintahan mengenai Peralihan atas Ketentuan Pemerintahan Nomor 109 Tahun 20l2 tentangPengamanan Bahan yang Memiliki kandungan Zat Adiktif berbentuk Produk Tembakau untuk Kesehatan.
“Larangan pemasaran rokok batangan,” diambil dari Keppres itu,
Ada beberapa peralihan penataan dalam Perancangan PP itu salah satunya:
1. Tambahan luas persentase gambar dantulisan peringatan kesehatan pada bungkusanproduk tembakau;
2. Ketetapan rokok electronic;
3. Larangan iklan, promo, dan sponsorshipproduk tembakau pada media tehnologiinformasi;
4. Larangan pemasaran rokok batangan;
5. Pemantauan iklan, promo, sponsorshipproduk tembakau pada media penayangan, mediadalam dan luar ruangan, dan media tehnologiinformasi;
6. Penegakan dan pengusutan; dan
7. Media teknologi info dan implementasiKawasan Tanpa Rokok (KTR).